Tantangan Kemanusiaan di Lingkungan Kerja

ilmu

Oleh Mas Bento
Pemerhati Politik dan Pemerintahan

Di dunia yang semakin terhubung, di mana semua orang bisa menyuarakan pendapatnya dengan mudah lewat media sosial, empati dan kemanusiaan di tempat kerja menjadi tantangan besar. Kasus pemecatan dua karyawan Microsoft yang mengadakan acara peringatan bagi korban di Gaza menunjukkan betapa sulitnya mengekspresikan kesedihan dan empati di lingkungan kerja.

Bayangkan, di tengah kesibukan sehari-hari, ada rekan kerja yang berduka karena kehilangan orang yang mereka sayangi akibat konflik. Abdo Mohamed, seorang karyawan Microsoft, menceritakan bahwa banyak dari rekan-rekannya yang merasa kehilangan. Di saat seperti ini, acara peringatan untuk mengenang mereka yang telah tiada adalah bentuk dukungan emosional dan rasa kemanusiaan. Namun, bukannya mendapat dukungan, mereka justru menerima konsekuensi pahit: dipecat.

Acara peringatan ini sebenarnya bukanlah sesuatu yang asing bagi nilai-nilai kemanusiaan. Seperti kata Mohamed, "Microsoft gagal memberikan kami ruang untuk berkumpul bersama dan berbagi rasa duka serta mengenang orang-orang yang sudah tidak bisa lagi berbicara." Pernyataan ini menunjukkan pentingnya ruang untuk berempati dan merasakan kesedihan bersama, apalagi di saat banyak orang merasakan duka yang sama.

Pemecatan ini menunjukkan sikap perusahaan yang tampak mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Microsoft menyatakan bahwa pemecatan itu sesuai dengan kebijakan perusahaan. Tetapi, kebijakan seharusnya tidak menutup mata terhadap nilai-nilai dasar kemanusiaan yang mengikat kita semua. Perusahaan idealnya menyediakan ruang untuk karyawan yang ingin mengenang orang-orang yang mereka sayangi, bukan malah menghukum mereka yang berani mengekspresikan kesedihan.

Microsoft bukan satu-satunya perusahaan yang menghadapi dilema seperti ini. Google, misalnya, juga pernah memecat puluhan karyawan yang protes karena teknologi mereka digunakan untuk proyek militer. Kasus-kasus ini memperlihatkan tren yang mengesampingkan rasa kemanusiaan demi keuntungan atau kepentingan politik, yang pada akhirnya merugikan banyak pihak, baik karyawan, perusahaan, maupun masyarakat.

Di zaman sekarang, kita semua mencoba membangun lingkungan yang beragam dan inklusif. Namun, apakah kita sudah siap mengevaluasi kembali kebijakan yang mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan? Ketika perusahaan-perusahaan besar seperti Microsoft dan Google melupakan sisi manusia di balik angka dan kebijakan, kita harus bertanya: sudah cukupkah kita memperjuangkan hak untuk berduka? Di mana lagi kita bisa menemukan empati, jika kita merasa dikhianati oleh sistem yang seharusnya melindungi?

Kesedihan bukanlah sesuatu yang bisa dibungkam begitu saja. Sebaliknya, itu adalah bagian dari hidup manusia yang perlu dihormati. Sebagai masyarakat, kita perlu mendorong perusahaan agar tidak hanya fokus pada keuntungan, tetapi juga pada kemanusiaan yang perlu kita jaga bersama. Karyawan harus punya hak untuk mengekspresikan duka mereka tanpa takut kehilangan pekerjaan. Mari kita ingat, di balik setiap kebijakan dan angka, ada kisah manusia yang layak didengar dan dihargai.

Posting Komentar

0 Komentar