Fahmy menegaskan, "Belum ada hasil riil dicapai Prabowo di sektor ESDM dalam 100 hari." Ia menyatakan bahwa komitmen Prabowo untuk mencapai swasembada energi dalam 4-5 tahun melalui pengembangan energi baru terbarukan (EBT) perlu didukung dengan kebijakan yang lebih konsisten.
Ia mengkritik kebijakan pemerintah yang masih memprioritaskan pengembangan energi fosil, seperti minyak dan batu bara, yang dianggapnya tidak sejalan dengan komitmen untuk beralih ke energi terbarukan. Fahmy menyatakan, "Menggejot lifting minyak dan produksi batu bara mencederai terhadap komitmen Prabowo," yang dapat menghambat upaya pemerintah untuk mencapai swasembada energi.
Lebih lanjut, Fahmy juga menyampaikan bahwa inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memberikan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) kepada perguruan tinggi tidak sejalan dengan komitmen Prabowo. Kebijakan ini berpotensi meningkatkan produksi batu bara ketimbang fokus pada pengembangan EBT. "Inisiatif DPR untuk memberi konsesi pertambangan kepada Perguruan Tinggi juga bertentangan dengan komitmen Prabowo karena menggenjot produksi energi kotor batu bara," ujarnya.
Fahmy menambah, "Prabowo perlu meninjau kembali kebijakan yang ada," agar komitmen untuk mencapai swasembada energi berbasis EBT tidak hanya sekadar omongan belaka.
Dengan perhatian global yang meningkat terhadap isu keberlanjutan dan pembangunan energi bersih, penting bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan energi saat ini dan memastikan bahwa tujuan jangka panjang untuk transisi energi dapat tercapai.
0 Komentar